Review Pocophone F1: Harga Tak Sesuai Spesifikasi dan Kinerja

Herry SW
11 min readOct 29, 2018

--

Aktivitas menghadirkan submerek kian lazim dilakukan produsen ponsel. Terlepas dari submerek itu dibiarkan tetap menginduk atau kemudian disapih, setidaknya kita mengenal Huawei-Honor, Alcatel-Flash, ZTE-Nubia, Oppo-Realme, lalu Xiaomi-Pocophone. Pocophone. Bacalah sebagai poko-fon, bukan poco-fon ala senam poco-poco.

Kehadiran Pocophone F1 di Indonesia direspons beragam. Ada yang memberikan predikat flagship killer. Ada yang langsung menduga Pocophone menggunakan komponen kualitas nomor dua. Buangan dari Xiaomi.

Kelompok bak pengamat dan komentator, tapi sepertinya jarang membeli ponsel baru, memiliki pendapat lebih mengigit. “ Flagship kok bodi plastik. Pocophone cocoknya dijual Rp2 jutaan,” kata mereka. Seandainya tak mengingat filosofi Jawa ajining diri soko lathi, rasanya penulis alias HSW bakal spontan merespons, “ Semprul. Ponsel Snapdragon 845 Rp2 jutaan? Bathukmu sempal!”

F1 dibekali layar IPS 6,18 inci beresolusi full HD+ 2.246 x 1.080 piksel. Permukaan layar berponi dengan rasio 18,7:9 itu telah mengadopsi Corning Gorilla Glass. Namun, di situs Xiaomi maupun Corning tidak disebutkan versi Gorilla Glass yang digunakan.

Tampilan layar F1 sebenarnya tak bisa dibilang jelek. Walaupun demikian, kalau diadu dengan layar ponsel flagship merek lain, sebut saja LG G7+ ThinQ, Samsung Galaxy S9+, dan Huawei P20 Pro, layar F1 harus diakui kalah prima. Warna dan ketajaman gambar yang disodorkan layar F1 terasa kurang greget. Untungnya ada alasan pemaaf. Harga F1 kan jauh lebih murah daripada tiga ponsel flagship yang HSW sebutkan.

Di sisi atas ponsel terdapat konektor audio 3,5 milimeter, sedangkan di bawah ada speaker dan konektor USB tipe C. Tombol volume dan power ditempatkan di kanan ponsel. Sementara itu, selot kartu dual nano SIM hybrid tersedia di sisi kiri ponsel. Pengguna bebas memilih akan menyelipkan dua nano SIM atau satu nano SIM dan satu kartu microSD.

Anggaplah para pengguna F1 mengikuti jejak HSW yang memasangkan dua nano SIM sekaligus. Keduanya dapat siaga bersamaan di jaringan 4G LTE. Karena mendukung native VoLTE Smartfren, pengguna langsung leluasa bertelepon di jaringan 4G LTE operator yang identik dengan warna merah itu.

Kamera utama F1 berlensa ganda 12 megapiksel dan lima megapiksel dengan fokus otomatis berpiksel ganda dan lampu kilat. Ia mampu menghasilkan foto beresolusi maksimal 12 megapiksel dan klip video UHD 4K. Tersedia fitur kecerdasan buatan ( artificial inteligence, AI) maupun mode portrait dan manual. Fitur AI-nya, menurut HSW, masih kurang optimal. Berkali-kali ia gagal mengidentifikasi objek dengan cepat.

Pada mode portrait, foto dengan efek bokeh yang dihasilkan masih bisa disunting berdasarkan blur level, light trails, dan 3D lighting. Pengguna disarankan sesekali mencobanya untuk bereksperimen. Carilah efek yang dianggap terbaik dan sesuai selera.

Bila mode manual kamera diaktifkan, pengguna dapat mengubah white balance, pemfokusan, kecepatan rana, dan ISO secara manual. Kecepatan rana bebas diatur mulai 1/1.000 detik sampai 32 detik. Sedangkan pilihan ISO-nya mulai 100 hingga 3200.

Resolusi kamera depan F1 justru lebih besar. Kamera tanpa fokus otomatis itu sanggup memproduksi foto beresolusi 20 megapiksel. Di lokasi berpencahayaan temaram, layar ponsel dapat difungsikan sebagai lampu kilat darurat. Apakah ada mode portrait? Ada! Kalau digunakan sebagai perekam video, kamera depan F1 mampu menghasilkan klip video beresolusi maksimal full HD 1080p.

Diposisikan sebagai ponsel flagship, wajar bila F1 memakai prosesor delapan inti ( octa core) Snapdragon 845 yang terdiri atas empat inti 2,8 GHz dan empat inti 1,8 GHz. Spesifikasi lain F1, di antaranya, Wi-Fi, bluetoth, GPS, sensor sidik jari, pemindai wajah, dan RAM 6 GB.

F1 yang HSW uji pakai dibekali ROM 128 GB. Ketika ponsel kali pertama diaktifkan, ruang kosong di memori internal mencapai 117,7 GB. Fitur ketuk dua kali untuk mengaktifkan layar ( double tap to wake), second space, dan dual apps dapat ditemukan di F1. Ada pula radio FM yang siarannya bisa direkam.

Ponsel Android 8.1 Oreo itu memanfaatkan tampilan antarmuka MIUI ala Xiaomi yang kali ini disebut MIUI for Poco. Beberapa hal membuatnya berbeda dengan MIUI di ponsel-ponsel Xiaomi. Misalnya, ia dilengkapi apps drawer yang penampakannya sepintas sama dengan Android polosan. Daftar aplikasi juga bisa dikelompokkan berdasarkan fungsi ( communication, tools, dll) atau warna ikon.

Sumber daya ponsel berasal dari baterai tanam berkapasitas 4.000 mAh. Di tangan HSW baterai itu rata-rata sanggup bertahan 18 jam. Dengan memanfaatkan charger bawaan yang berstandar Qualcomm Quick Charge 3.0, baterai F1 dapat diisi ulang sampai penuh dalam waktu sekitar 1 jam 50 menit.

Katanya begini…

Keberadaan F1 di Indonesia tak lepas dari berbagai kabar miring. Berikut yang sempat HSW catat: layar menghitam ( screen bleeding), ghost touch, kamera jelek dan sering error, memakai komponen KW2, serta gampang panas.

Mari kita mengulasnya satu per satu. HSW pernah menggunakan dua unit F1 yang berbeda. Satu berkapasitas 64 GB yang dipakai untuk towel-towel di Jakarta, Bandung, Jogja, dan Semarang. Berikutnya, HSW berganti ke varian 128 GB.

Layar sepasang F1 itu baik-baik saja. Di tepi layar tidak ditemukan bayangan atau jejak tertentu yang membuatnya layak disebut mengalami screen bleeding. Namun, tak bisa dimungkiri, memang ada pembeli F1 yang area tertentu layarnya terlihat menghitam.

Seandainya problem itu langsung diketahui saat konsumen bertransaksi di toko, langsung saja meminta penggantian unit baru. Kalau permasalahan baru ditemukan beberapa hari kemudian, segeralah mengunjungi pusat perbaikan resmi Xiaomi. Petugas di sana akan melakukan pengecekan lalu memberikan solusi terbaik berdasarkan kondisi spesifik setiap ponsel. Gratis!

Beralih ke ghost touch. Ketika pengguna menyentuh, sebut saja, titik A di layar, eh… titik B ikut bereaksi. Hal itu konon sering terjadi di bagian tepi layar. Berbekal aplikasi Multi-touch Tester yang dapat diunduh di Play Store, HSW melakukan pengujian singkat. Inilah hasilnya. Satu sentuhan tetap dikenali sebagai satu sentuhan.

Kamera jelek dan sering error? Kita bahas error-nya dulu deh. Error dalam arti kamera mendadak macet. Xiaomi mengakui problem itu terjadi secara acak di sebagian unit F1 yang masih menggunakan firmware versi MIUI 9.6.11.0. Solusinya, langsung dari menu ponsel, pengguna cukup melakukan pembaruan firmware ke versi MIUI 9.6.14.0. Sejak firmware versi 14 lalu naik ke 18, 22, dan kini 25, kasus error tak terjadi lagi.

Tentang kinerja kamera yang dinilai jelek, HSW sependapat. Ketika masih memakai firmware versi lama, performa kamera F1 mengecewakan. Jangankan diadu dengan flagship ponsel merek lain yang jauh lebih mahal, dibandingkan hasil jepretan kamera Xiaomi Redmi Note 5 yang lebih murah pun bertekuk lutut kok.

Kondisinya baru berubah ketika F1 memperoleh pembaruan firmware ke versi 22 lalu 25. Kinerja kamera membaik signifikan. Foto-foto yang dihasilkan setidaknya sanggup mengimbangi Redmi Note 5. Sedangkan klip video yang diproduksi sukses mengungguli Redmi Note 5. Gara-gara peningkatan performa kamera itu, HSW memutuskan proses uji pakai F1 yang sudah selesai diulang dari awal lagi.

Sempat beredar rumor F1 menggunakan komponen berkualitas nomor dua (KW2). Bahkan, ponsel itu memanfaatkan komponen yang tidak memenuhi standar Xiaomi. Dalam suatu diskusi singkat di Jakarta yang dihadiri HSW, hal tersebut pernah ditanyakan langsung kepada Head of Poco Global Alvin Tse.

Alvin memastikan F1 tetap memakai komponen berkualitas terbaik. Untuk menekan harga jual, Pocophone melakukan jurus lain yang nanti akan HSW bahas.

Sekarang menyangkut kabar bahwa F1 gampang panas. Terus terang HSW penasaran mengetahui kronologinya. Dipakai untuk aktivitas apa saja sehingga F1 diklaim mudah panas? Pasalnya, selama dua bulan menjajal F1, hanya satu kali ponsel tersebut terasa cukup panas. Siang itu HSW memakai F1 di luar ruangan. Kamera tak kunjung henti dipakai memotret dan melakukan live streaming.

Selain pada satu kejadian tersebut, bodi F1 tidak pernah panas kala digunakan beraktivitas. Live tweet sambil berbagi koneksi internet via tethering Wi-Fi pun tak memicu panas yang berlebihan. “Pipa pendingin” ala teknologi LiquidCool yang diterapkan di F1 rupanya memang manjur.

Tak usah menyangsikan kegegasan F1. Dipakai menjalankan belasan aplikasi pun ponsel itu tetap terasa gegas. Selain memanfaatkan sensor sidik jari, ada satu alternatif lain untuk mengaktifkan sekaligus membuka layar. Manfaatkan pemindai wajah alias face unlock saja. Padukan itu dengan aktivasi raise to wake di dalam menu settings lalu display.

Implementasinya begini. Bayangkan ponsel sedang diletakkan di meja lalu pengguna ingin mengoperasikannya. Ambillah ponsel dan hadapkan ke wajah. Raise to wake akan menyalakan cahaya layar, sedangkan pemindai wajah bakal membuka pengunci layar ponsel. Aktivitas itu tetap bisa dilakukan di lokasi yang gelap. Contohnya, di dalam mobil pada malam hari dan gedung bioskop.

Tidak tersedianya inframerah dan NFC sedikit mengurangi kelengkapan fitur F1. Seandainya dua poin itu tersedia, ponsel berdimensi fisik 155,5 x 75,2 x 8,8 milimeter dan berat 182 gram tersebut akan lebih komplet. Buat HSW, tak adanya NFC sebenarnya bukan menjadi masalah fatal. Toh HSW paling-paling hanya memakainya untuk mengecek sisa saldo kartu e-money.

Bertolak belakang dengan NFC, dihilangkannya inframerah sangat disesalkan HSW. Sebab, inframerah yang bisa difungsikan sebagai pengendali jarak jauh ( remote control) aneka perangkat elektronik itu sehari-hari diperlukan. Setidaknya, bermanfaat sekali untuk HSW.

Bisa murah karena…

Saat naskah ini diketikkan, F1 yang telah beredar resmi di Indonesia berbodi polikarbonat dan dibekali RAM 6 GB. Tersedia pilihan warna graphite black dan steel blue. Masing-masing ditawarkan dalam dua varian kapasitas memori. F1 dengan ROM alias memori internal 64 GB dibanderol Rp4,599 juta, sedangkan F1 128 GB Rp4,999 juta.

Kalau tak ada aral melintang, F1 Armoured Edition akan hadir pada November 2018 dengan harga Rp5,199 juta. Spesifikasinya sama dengan F1 6/128, kecuali bodinya berbahan kevlar yang dikenal ringan, kuat, dan tahan panas. Kevlar produksi DuPont itu rutin dipakai di industri penerbangan dan militer. Salah satunya untuk rompi tahan peluru.

Dibandingkan ponsel merek lain yang menggunakan Snapdragon 845 dan beredar resmi di Indonesia, harga F1 terlihat jelas jauh lebih murah. Saat ini ponsel Snapdragon 845 termurah non-Pocophone adalah Asus Zenfone 5Z varian 6/128. Harga jualnya Rp6,699 juta. Berikutnya, Zenfone 5Z 8/256 Rp7,799 juta, LG G7+ ThinQ Rp9,499 juta, dan Oppo Find X Rp13,499 juta.

Mengapa harga F1 bisa begitu murah? Salah satu rahasianya, Pocophone menggantungkan diri kepada supply chain, service, dan quality Xiaomi. Contoh sederhananya begini. Anda mampir ke pusat grosir jaket. Bila Anda membeli seratus jaket sekaligus, harga per jaket akan lebih murah daripada bila hanya membeli sepuluh jaket.

Jadi, untuk pembelian komponen, Pocophone yang masih pendatang baru menumpang kepada Xiaomi agar dapat memperoleh “harga grosir”. Di Indonesia, jalur distribusi dan layanan purna jual Pocophone pun menumpang kepada Xiaomi. Kombinasi ketiganya tentu berdampak signifikan terhadap harga jual.

Bukan hanya itu. Pocophone memangkas spesifikasi yang dianggap dapat dikurangi atau tak terlalu dibutuhkan pengguna. Bodi ponsel memakai bahan polikarbonat, bukan kaca atau logam. Tampilan fisik ponsel memang menjadi kurang mewah, tetapi sebenarnya tetap kukuh.

Layar ponsel bukan memakai Super AMOLED, melainkan LCD IPS. Fitur NFC yang dianggap jarang dipakai juga dihilangkan. Seandainya Anda yang menjadi desainer F1, apalagi yang bakal Anda hilangkan?

Sudah semakin terang benderang ya. Langsung menuju kesimpulan akhir saja. Naskah review kali ini sudah superpanjang. Menurut HSW, dengan memperhatikan beragam faktor, harga jual Pocophone F1 tak sesuai dengan spesifikasi dan kinerja. Terlalu murah. Ponsel itu menjadi pilihan terbaik bagi individu yang mengidamkan ponsel flagship dengan harga amat masuk akal.

***

Berikut contoh hasil jepretan kamera Pocophone F1. Semua menggunakan mode otomatis dan tanpa menggunakan lampu kilat, kecuali disebutkan khusus. Ukuran foto telah diperkecil agar lebih ringan saat diakses. Tidak ada olah digital lain yang dilakukan.

Kini mencoba mode portrait dan efek light trails. Jangan menanyakan rasa minuman tersebut karena HSW sekadar memotretnya di sebuah hotel. 🙂

Dua foto berikut dijepret memakai kamera depan. Satu saat mode portrait nonaktif, satu lagi mode portrait aktif.

***

Tangkapan layar Antutu Benchmark, Sensor Box for Android, kondisi awal RAM, dan versi firmware ponsel saat uji pakai.

Originally published at https://ponselmu.com on October 29, 2018.

--

--

Herry SW
Herry SW

Written by Herry SW

Seorang penggemar gawai (penggawai), terutama ponsel, yang berdomisili di Kota Pahlawan.

No responses yet