Menggemuk di Joglosemar (3 — Habis)

Herry SW
6 min readSep 10, 2022

Tulisan ini merupakan bagian terakhir dari tiga tulisan. Bagian kedua bisa dibaca di https://ponselmu.com/menggemuk-di-joglosemar-2/

Matahari belum terbangun dari tidurnya. Dari yang awalnya berencana sarapan di Soto Gading Solo, saya memutuskan sarapan di Semarang saja.

Saya membeli tiket travel Solo-Semarang untuk perjalanan pukul 05.00. Kebetulan gerai transportasi itu berada tepat di seberang hotel.

Salah satu nasi ayam favorit saya di Semarang. Kelezatannya tak perlu disangsikan.

Harganya memang lebih mahal dibandingkan beberapa penjual nasi ayam lain di Kota Lumpia. Namun, porsi yang didapatkan lebih banyak. Kalau di tempat lain saya seringkali perlu melahap dua porsi, di sini cukup satu porsi.

Lumpia Gang Lombok

Saatnya melepas kangen dengan Lumpia Gang Lombok.

Selama pandemi saya sebetulnya beberapa kali memesan via WhatsApp dan lumpia dikirimkan lewat Paxel. Kendati demikian, menurut saya, cita rasanya tak semantap kalau segera menyantapnya usai bertransaksi. Bumbu kental dan acar yang disertakan biasanya juga rusak kala lumpia dikirimkan menggunakan jasa ekspedisi.

Ada yang berbeda dengan interior gerai lumpia legendaris ini. Area masak sudah direnovasi. Kini meja dan dindingnya dilapisi baja tahan karat. Meja kayu di bagian dalam, yang sebelum pandemi menjadi lokasi makan di tempat, sekarang tak ada lagi.

Seperti biasa, saya memesan satu lumpia goreng dan satu lumpia basah. Makan di tempat. Tiada meja tak masalah. Toh masih tersedia kursi.

Saya sungguh salut dengan tante penjual lumpia. Di antara sekian banyak pembeli yang berkunjung, ternyata beliau masih mengingat saya. Mungkin karena saya tipikal pembeli yang unik: badan jumbo, selalu hanya membeli 2–3 lumpia, dan pasti makan di tempat.

Ketika orang tua saya belum dilahirkan, generasi pertama soto ini sudah mulai berjualan.

Yang membuat saya rindu dengan Soto Bokoran, jujur nih, bukan soto ayamnya melainkan perkedelnya. Terasa lembut saat digigit. Sepintas penampakan luarnya mirip tahu isi atau tahu susur.

Kelar makan Soto Bokoran, tiba-tiba saya teringat misoa goreng. Biasanya saya membeli jajanan itu di kedai wedangan kaki lima pada malam hari.

Masalahnya, saat itu masih pagi hari. Menjelang pukul 09.00.

Tebersit ide untuk mencari informasi penjual misoa goreng dari pengikut saya di Twitter dan Instagram yang berada di Semarang. Sebuah informasi yang mengerucut saya terima: “di Fancy Bakery, SMC Telogorejo.”

Saya pun meluncur ke Rumah Sakit Telogorejo untuk membeli misoa goreng. Sepotong dibanderol Rp3.500. Lezat

Karena orang rumah juga menggemari jajanan tersebut, keesokan harinya saya kembali ke Fancy Bakery. Beli satu kardus kecil untuk oleh-oleh.

Soto Kudus Mbak Lin

Biasanya saya singgah ke Soto Kudus Mbak Lin yang berada di Ventura Taman Kuliner di seberang Stadion Diponegoro. Sebab, gerainya lebih lapang dan nyaman.

Karena sedang di RS Telogorejo, kali ini saya mampir ke Soto Mbak Lin yang berada di Jl KH Ahmad Dahlan. Cukup menyeberang jalan lalu berjalan kaki sekitar 200 meter. Sampai deh.

Sama dengan kunjungan-kunjungan sebelumnya, di sini saya kembali “berbuat dosa”. Yakni, mencomot setusuk paru goreng yang terlalu sayang untuk dilewatkan.

Kendati sama-sama bernama nasi ayam, aliran Nasi Ayam Bu Pini agak berbeda dengan Nasi Ayam Bu Nyoto. Nasi ayam kreasi Bu Pini terasa sedikit lebih ringan di lidah. Standar penyajiannya pun lebih banjir alias banyak kuah.

Seporsi nasi ayam saat ini dibanderol Rp12 ribu saja.

Dulu Bu Pini berjualan di kaki lima. Lokasi usahanya pada pagi hari berbeda dengan malam hari. Bertahun-tahun lalu, Nasi Ayam Bu Pini pindah ke ruko yang sampai sekarang masih digunakan. Konon ruko seharga sekian miliar rupiah itu dibeli tunai. Bukan kredit. Mantap!

Meskipun menjual menu nasi, menurut saya, hidangan terbaik di sini adalah bakmi. Karena itu, saya memesan sepiring bakmi goreng plus sate tepung.

Saran saya, datanglah ke kedai kaki lima ini sekitar maghrib. Saat itu biasanya masih agak sepi. Jadi, waktu tunggu tak terlalu lama.

Bertahun-tahun silam, di antara Anda mungkin ada yang pernah jatuh cinta usai menikmati aneka wedang di sebelah Hotel Novotel Semarang. Itu adalah Istana Wedang.

Setelah sempat berpindah lokasi dan dua tahun lalu dihajar pandemi, kini mereka siap menerima tamu di Jl Depok. Tempat baru ini adalah gerai Istana Wedang terluas, ternyaman, dan termewah yang pernah saya kunjungi.

Es lengkeng yanghun yang terdiri atas lengkeng dan jeli sungguh membuat lidah saya meronta-ronta. Segar sekali.

Rumah makan ini sebenarnya juga menawarkan berbagai makanan berat. Namun, saya tidak memesannya karena perut masih kenyang dan… usai dari sini saya sudah berencana makan nasi gudeg Mbak Tum.

Malam itu saya sangat beruntung. Antrean di tempat ini jauh lebih pendek daripada biasanya. Mungkin karena Semarang usai diguyur hujan deras. Kaki melangkah masuk dengan diiringi rintik hujan.

Kali ini saya memilih gudeg koyor tanpa telur. Seperti biasa, kuah opornya bukan abal-abal. Langsung menonjok indra pengecap saya.

Sebenarnya saat itu saya juga ingin memesan menu racikan sendiri: nasi ayam suwir kuah opor banjir. Apa daya kapasitas perut sudah penuh maksimal. Buat Anda yang bukan penyuka gudeg, tak ada salahnya mencoba menu racikan saya itu. Padukan dengan kerupuk kaleng alias kerupuk uyel. Minumnya cukup segelas teh tawar panas.

Ada kandungan sapi kaki pendek di kedai yang berada persis di sebelah Lumpia Gang Lombok ini. Karena itu, teman-teman yang tidak mengonsumsi babi sebaiknya melewatkannya.

Biarpun pengunjung lumayan ramai, pesanan saya dalam waktu singkat telah tersaji. Semangkuk mie pangsit goreng dengan isi yang berlimpah. Untuk standar Surabaya pun, harganya agak premium, tetapi amat sepadan dengan porsi dan cita rasa yang diperoleh.

Soto Selan

Soto Selan termasuk aliran Soto Semarang dengan kuah keruh, bukan bening. Saat diseruput kuahnya terasa gurih.

Tempe goreng dan telur pindang menjadi lauk tambahan favorit di sini.

Setiap kali mampir ke Soto Selan, di dalam hati saya selalu memuji Om pemilik depot. Pembawaannya ramah. Penampilannya rapi. Ketika diminta menghitung total harga makanan dan minuman yang dikonsumsi pengunjung, beliau tak pernah memakai kalkulator. Semua bisa dijumlahkan dengan cepat, hanya berbekal kertas kosong dan bolpoin.

Ternyata permen Davos masih ada. Saya tidak sengaja melihatnya di depan meja kasir sebuah toko oleh-oleh. Harganya Rp2.000.

Langsung ambil satu deh. Ternyata… sudah tak sepedas dan sesemriwing zaman dulu.

Originally published at https://ponselmu.com on September 10, 2022.

--

--

Herry SW

Seorang penggemar gawai (penggawai), terutama ponsel, yang berdomisili di Kota Pahlawan.