Daftar Ponsel Ter-… 2019 versi HSW

Herry SW
7 min readJan 28, 2020

--

Dengan terbitnya Daftar Ponsel Ter-… 2019 versi HSW ini, berarti penulis alias HSW telah lima tahun berturut-turut merilis daftar serupa. Kategori pemilihan ponsel terus disesuaikan dengan perkembangan terkini. Kategori ponsel qwerty terbaik, misalnya, dihapus karena ponsel berpapan ketik qwerty fisik kini sudah langka.

Kebanyakan kriteria pemilihan edisi 2019 sama dengan tahun sebelumnya. Ponsel yang diperhitungkan hanya ponsel yang resmi diluncurkan di Indonesia pada 1 Januari 2019 sampai 31 Desember 2019. Ponsel tersebut juga wajib sudah diuji pakai oleh HSW.

Untuk pemilihan ponsel terbaik berdasarkan harga jual, HSW merujuk kepada harga ritel resmi pada 31 Desember 2019. Seandainya suatu tipe ponsel ditawarkan dalam beberapa varian kapasitas memori, yang dijadikan acuan adalah harga varian terendah.

Menurut HSW, tahun lalu ada beberapa merek yang secara umum terlihat menonjol dibandingkan merek lain. Karena itu, tahun ini HSW menambahkan kategori merek paling agresif, merek penuh kejutan, dan merek paling ambyar.

Ponsel pintar terbaik: Asus Zenfone 6.
Ada dua kandidat kuat di kategori ini, yaitu Zenfone 6 dan Huawei P30 Pro. Dengan memperhatikan harga ritel resmi yang berbeda Rp3,5 juta, spesifikasi, dan kinerja nyata keduanya, HSW menganggap Zenfone 6 lebih layak menjadi juara. Kesepadanan harganya lebih baik daripada P30 Pro.

Sejak P30 Pro beredar resmi di Indonesia hingga akhir tahun lalu, HSW telah beberapa kali membeli P30 Pro. Bukan untuk dikoleksi, melainkan digunakan dengan siklus hidup: beli, dipakai, bosan, dijual, ingin lagi, beli lagi, dipakai lagi, bosan lagi, dan seterusnya.

Mengapa HSW tidak memenangkan Huawei Mate 30 Pro yang mendapatkan skor DxOMark lebih tinggi? Alasannya sederhana. Daftar ponsel ter-… dibuat berdasarkan uji coba yang HSW lakukan sendiri. HSW tidak memedulikan skor yang dikeluarkan pihak lain.

Terlepas dari ketiadaan layanan Google, HSW menilai warna foto yang diproduksi kamera Mate 30 Pro cukup sering terlihat terlalu matang dibandingkan warna asli objek. Sehingga, berkali-kali foto yang dihasilkan Mate 30 Pro memiliki warna ala foto-foto yang dijepret memakai kamera ponsel Oppo, Vivo, atau Realme.

Ponsel dengan baterai berkapasitas besar terbaik: Redmi 8A.
Kriteria ponsel yang diperhitungkan dalam kategori ini belum berubah: kapasitas baterai minimal 4.000 mAh. Faktor yang dijadikan pertimbangan utama adalah daya tahan baterai. Bila kebetulan ada lebih dari satu ponsel dengan harga dan daya tahan baterai setara, barulah spesifikasi dan performa lain ponsel diperhatikan.

Redmi 8A dengan baterai tanam 5.000 mAh dinobatkan sebagai pemenang. Dengan perilaku pemakaian ala HSW, sekali diisi ulang sampai penuh, baterai ponsel itu bisa bertahan hingga dua hari.

Ponsel paling memberikan efek wow: Realme X2 Pro.
Kecepatan pengisian daya ponsel itu sungguh wow. Merujuk kepada uji pakai yang dilakukan HSW, baterai 4.000 mAh dapat diisi ulang sampai penuh dalam waktu 30–35 menit saja. Menyaksikan animasi yang tersaji di layar ponsel saat proses pengisian daya sedang berlangsung menjadi hiburan yang menyenangkan. Men-charge ponsel serasa bermain stopwatch. 🙂

Asal tahu, pada hari-hari pertama memakai Realme 5, HSW menjumpai kondisi yang sangat mengganggu. Papan ketik ponsel itu cenderung tersendat saat diajak mengetik cepat. Beberapa waktu kemudian ponsel mendapatkan pembaruan firmware. Hasilnya, problem lag hilang total. Andai kendala papan ketik tersendat itu belum sembuh, HSW mustahil memilih Realme 5 sebagai pemenang.

Sebenarnya di rentang harga yang sama ada Redmi Note 8 Pro. Performa keseluruhan dan kelengkapan konektivitas ponsel itu mengalahkan Realme 5 Pro. Masalahnya, harga Rp2,999 juta Redmi Note 8 Pro berstatus harga perkenalan yang hanya berlaku saat flash sale daring. Harga ritel resmi Redmi Note 8 Pro sebenarnya mulai Rp3,099 juta.

Ponsel harga Rp 3 juta-Rp 3,999 juta terbaik: Redmi Note 8 Pro.
Alasan HSW memilih Redmi Note 8 Pro telah terungkap di atas. Performa keseluruhannya memuaskan. Kamera yang mula-mula kurang mantap langsung membaik pascamenjalani pembaruan firmware. Mau NFC? Ada! Ingin inframerah yang bisa difungsikan sebagai remote control AC dan televisi? Ada juga!

Redmi Note 8 Pro sebenarnya memiliki pesaing berat. Betul, Vivo Z1 Pro yang hadir 2,5 bulan lebih awal. Ketika ponsel itu diluncurkan dan harga ritel resminya diumumkan, terus terang HSW terperanjat. Sungguh di luar dugaan.

Awalnya HSW menebak Z1 Pro akan dibanderol minimal Rp3,499 juta agar tidak membunuh saudara kandungnya. Ternyata… Z1 Pro yang secara umum memiliki spesifikasi teknis lebih menggiurkan justru dijual jauh lebih murah daripada Vivo S1. Alhasil penjualan S1 melambat signifikan dan Z1 Pro sempat gaib.

Sementara itu, V17 Pro di kategori harga Rp5 juta-Rp5,999 juta. Sebab, pada 31 Desember 2019 harga ritel resmi V17 Pro masih bertengger di Rp5,699 juta. Penurunan harga menjadi Rp4,999 juta baru dilakukan pada awal Januari 2020.

Selain merupakan ponsel berprosesor Qualcomm Snapdragon 675 pertama yang beredar resmi di Indonesia, V15 Pro memiliki beragam sisi menarik. Kamera belakang maupun kamera depannya sanggup menghasilkan foto berkualitas prima. Sensor sidik jari di dalam layar ponsel itu jauh lebih cepat dibandingkan pendahulunya. Daya tahan nyata baterai V15 Pro yang hanya 3.700 mAh berani diadu dengan ponsel lain berbaterai 4.000 mAh. Memori ponsel tersebut juga tergolong besar.

Ponsel harga Rp 5 juta-Rp 5,999 juta terbaik: Vivo V17 Pro.
Dalam kalimat singkat, V17 Pro merupakan penyempurnaan dari V15 Pro. Plus, kamera pop up di sisi muka ponsel kini dibekali dua lensa: lensa normal dan lensa sudut lebar. V17 Pro sekaligus menjadi ponsel Vivo pertama yang menggunakan konektor charger USB tipe C. Akhirnya….

Ponsel harga Rp 6 juta-Rp 6,999 juta terbaik: Asus Zenfone 6.
Keandalan prosesor yang dipakai, Snapdragon 855, tak perlu diragukan lagi. Daya tahan baterainya patut diapresiasi. Flip camera-nya bukan sekadar sanggup menghasilkan foto yang mengesankan. Kamera itu juga mempermudah pengguna mengambil gambar dengan sudut pemotretan yang tak biasa maupun sulit. Aktivitas memotret secara candid pun bisa dilakukan dengan lebih gampang.

Ponsel harga Rp 7 juta-Rp 7,999 juta terbaik: Realme X2 Pro.
Berbekal X2 Pro, pengguna dapat menuntaskan beragam hal dengan lebih trengginas. Spesifikasi ponsel itu juga gahar. Pengisian daya supercepat, prosesor kelas atas Snapdragon 855+, kapasitas baterai besar, kamera 64 megapiksel, dan memori jumbo. RAM 12 GB dipadukan dengan ROM 256 GB. Masih mau protes?

Ponsel berharga jual lebih dari Rp8 juta terbaik: Huawei P30 Pro.
Selain dibekali kamera yang pantas sekali diacungi dua jempol, daya tahan baterai P30 Pro tergolong mantap. Pengisian daya pun cepat. Konektivitasnya komplet, termasuk NFC dan inframerah.

Ponsel gaming terbaik: Asus ROG Phone II.
BlackShark 2 Pro versus Asus ROG Phone II. Keduanya sama-sama menarik. HSW yang biasanya nyaris tak pernah bermain game sengaja “belajar” nge-game saat menguji pakai dua ponsel gaming itu. Uji pakai juga dilakukan dari kacamata bukan penggemar game.

Hasil akhirnya, ROG Phone II mengungguli BlackShark 2 Pro. Kunci kemenangan ROG Phone II, menurut HSW, terletak di performa kamera dan layar. Ekosistem ROG Phone II yang lebih siap memanjakan gamer menjadi unsur tambahan.

Kinerja keseluruhannya memuaskan. Siapa pun yang masih memandang sebelah mata prosesor MediaTek seharusnya langsung dibungkam memakai Redmi Note 8 Pro.

Ponsel paling mengecewakan: Huawei Mate 30 Pro.
Tanpa ragu HSW memilih Mate 30 Pro yang harga ritel resminya Rp12,499 juta sebagai ponsel paling mengecewakan. Ponsel terburuk edisi 2019. Ketiadaan Google Mobile Services (GMS) membuat ponsel flagship Huawei itu laksana ponsel dungu. Tak usah muluk-muluk. Sekadar sinkronisasi dengan daftar kontak yang disimpan di Gmail pun tak bisa.

“Ah bawel. Kan tinggal download dan install Play Store seperti kalau membeli ponsel Xiaomi di China.” Tidak semudah itu, Ferguso! Tak adanya GMS di Mate 30 Pro berbeda kasus dengan membeli ponsel Xiaomi di Tiongkok.

Sampai di sini mungkin masih ada yang berdalih. “Mau pakai GMS tinggal dioprek. Katanya reviewer, begitu saja ribut. Dasar hater Huawei!” Berkali-kali HSW menerima komentar senada, dengan kalimat yang tidak sama persis.

Betul, dengan cara tertentu, Mate 30 Pro bisa dibuat menjalankan GMS. Masalahnya, tidak semua orang mampu melakukannya. Lagipula, idealnya ponsel flagship siap pakai dan memudahkan pembelinya. Usai mengeluarkan dana belasan juta rupiah, masak pembeli Mate 30 Pro masih harus direpotkan dengan mengoprek GMS.

Singkat cerita, di mata HSW, nilai jual Mate 30 Pro praktis hanya di kamera dan tampilan fisik yang mewah. Sisi minus ponsel itu jauh lebih banyak. Bodinya licin sekali, bahkan walaupun sudah dipadukan dengan silicon case orisinal Huawei. Tombol volume yang berupa tombol virtual, bukan tombol fisik, terasa merepotkan.

Untuk menyiasati ketiadaan GMS, Huawei sebenarnya sudah menyiapkan Huawei Mobile Services (HMS). Namun, merujuk kepada uji pakai yang dilakukan HSW sampai akhir 2019, HMS masih amat prematur. Aplikasi harian HSW yang tersedia di Huawei AppGallery hanya Ovo. Itu pun tak berfungsi.

Dengan metode suntik APK (mengopikan file installer ke ponsel), HSW mencoba menginstalasikan aplikasi Grab, Go-Jek, Tokopedia, Twitter, Dana, Facebook, Instagram, dan WhatsApp. Hasilnya, hanya tiga aplikasi terakhir yang dapat berfungsi. Jadi, kalau ingin menggunakan Mate 30 Pro dengan normal, pengguna mau tak mau mesti mencari cara untuk mengaktifkan GMS.

Merek paling agresif: Realme.
Rasanya HSW tak perlu menjelaskan mengapa Realme layak menyandang predikat merek paling agresif. Sudah terpampang nyata, bukan?

Merek penuh kejutan: Vivo.
Selama bertahun-tahun Vivo hanya menawarkan seri Y dan V ke pasar Indonesia. Tahun lalu mereka tiba-tiba menghadirkan seri S dan Z. Kehadiran tipe pertama ponsel seri Z malahan hanya berselang beberapa minggu dari tipe pertama ponsel seri S.

Harga jual perdana Vivo Z1 Pro sangat agresif. Sampai-sampai memacetkan penjualan seri lain. Melalui Z1 Pro pula, untuk kali pertama ponsel Vivo sempat semigaib. Harga pasarnya lebih tinggi daripada harga ritel resmi.

Merek paling ambyar: Huawei.
Tahun lalu HSW mencoba lima tipe ponsel Huawei. Yaitu, Y7 Pro 2019, P30 Lite, P30 Pro, Nova 5T, dan Mate 30 Pro. Tiga di antara lima ponsel membuahkan kesimpulan tidak layak beli. Satu ponsel menghasilkan rekomendasi boleh dibeli, asalkan tidak memerlukan kamera bagus. Ponsel apa? Nova 5T yang diluncurkan dengan harga Rp6,899 juta dan tak sampai sebulan harganya diturunkan menjadi Rp5,499 juta.

Hanya P30 Pro yang berstatus direkomendasikan HSW untuk dibeli. Itu pun disertai catatan negatif terkait masa penjualan awal. Proses distribusi barang kepada pembeli lumayan amburadul sehingga HSW sempat membuka kloteran komplain.

Sedikit informasi tambahan, mulai edisi 2020, HSW mungkin akan memodifikasi kategori pemilihan ponsel berdasarkan rentang harga per satu juta rupiah. Rentang harga dibuat lebih fleksibel dengan memperhatikan banyak sedikitnya ponsel yang diluncurkan resmi selama satu tahun kalender.

Originally published at https://ponselmu.com on January 28, 2020.

--

--

Herry SW
Herry SW

Written by Herry SW

Seorang penggemar gawai (penggawai), terutama ponsel, yang berdomisili di Kota Pahlawan.

No responses yet